Selasa, 16 April 2013

SEBUAH GAGASAN YANG KIAN MENJADI NYATA



MENUJU PROVINSI FLORES


Era reformasi yang ditandai dengan meningkatnya tuntutan untuk melakukan pemekaran daerah berjalan seiring dengan regulasi pembentukan daerah otonom baru yang dianggap lebih mudah dari pada waktu sebelumnya. Dimotivasi oleh percepatan pertumbuhan demokrasi (lokal), UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jo PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah memang memberikan ruang yang lebih leluasa bagi terbentuknya daerah otonom baru. Di mana kemudian di ubah dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka sangat sulit bagi pemerintah untuk membendung pemekaran suatu daerah. Apalagi setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 yang merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, maka langkah bagi suatu daerah utuk memekarkan semakin terbuka lebar. Pembentukan daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah otonom yang merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konsekuensi diterapkannya undang-undang otonomi daerah tersebut melahirkan kompleksitas persoalan yang luar biasa di sejumlah daerah. Hal tersebut dapat di lihat dari munculnya berbagai dinamika politik lokal yang terjadi di berbagai daerah. Salah satu persoalan yang muncul adalah maraknya wacana pemekaran daerah yang terjadi baik di tingkatan provinsi maupun di tingkatan kabupaten/kota. Pada hakekatnya pembentukan, penggabungan dan penghapusan daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik agar lebih optimal, memperpendek rentang kendali, dan mempercepat kesejahteraan masyarakat dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, problematika dan discourse tentang usulan Pembentukan Provinsi Flores merupakan respon dari beragam persoalan yang terjadi di NTT saat ini.
Setidaknya ada tiga pintu usulan pemekaran, yaitu melalui Kemdagri (jalur normatif), DPR dan DPD. Jalur normatif yang dimaksud memuat ketentuan dan persyaratan yang harus dilengkapi oleh setiap daerah yang menghendaki pembentukan daerah otonom baru yang terdiri dari 3 (tiga) persyaratan, yaitu administratif, teknis, dan fisik kewilayahan seperti yang tercantum dalam PP. No. 78/2007.
Pembentukan Daerah
Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran wilayah adalah suatu proses pemekaran dari 1 (satu) provinsi menjadi 2 (dua) provinsi atau lebih sedangkan penggabungan daerah bisa berupa penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda atau penggabungan beberapa provinsi menjadi 1 (satu) provinsi seperti yang tercantum dalam Pasal 2 Ayat (3). Ada perbedaan yang sangat mendasar antara proses pemekaran wilayah dan proses pengggabungan daerah. Dalam konteks perjuangan menuju provinsi Flores yang sedang di rintis adalah termasuk kedalam kategori “pemekaran wilayah”. Dalam PP.No.78/2007 Pasal 15 huruf c secara implisit dapat dipahami bahwa jika pembentukan menggunakan “jalur pemekaran”, maka setiap bupati/wali kota cakupan calon wilayah provinsi dalam hal pengambilan keputusannya wajib didasari oleh kajian daerah, tetapi apabila yang digunakan adalah “jalur penggabungan”, maka setiap bupati/wali kota cakupan calon wilayah provinsi dalam hal pengambilan keputusannya tidak didasari oleh kajian daerah.
Kajian Daerah
Kajian daerah adalah kajian provinsi dan kabupaten/kota yang secara legalistik formal disusun oleh Tim yang dibentuk oleh kepala daerah untuk menilai kelayakan pembentukan daerah secara obyektif yang memuat penilaian kuantitatif terhadap faktor-faktor teknis yang dilengkapi dengan penilaian kualitatif terhadap faktor lainnya yang memiliki karakteristik tersendiri.
Faktor-faktor teknis yang dimaksud adalah penilaian terhadap 11 (sebelas) faktor yang terdiri dari 35 (tiga puluh lima) indikator seperti yang tercantum dalam lampiran PP.No.78/2007. Faktor teknis tersebut mencakup kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, social politik, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan  pemerintahan.
Peran DPRD Kab/Kota
Peran legislatif (DPRD) dan eksekutif (bupati/walikota) dalam konteks pembentukan daerah (pengabungan atau pemekaran) adalah sangat dominan. Hal ini disebabkan karena keputusannya dapat dijadikan sebagai penentu dari sebuah proses pemenuhan persyaratan administratif, walau yang dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusannya (antara legislatif dan eksekutif) adalah berbeda. Dalam konteks ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diharapkan dapat berperan sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency), pendukung (supporting agency), pengontrol (controlling agency) dan sebagai mediator antara eksekutif dengan masyarakat sekitar yang dituntut mempunyai kemampuan leadership skill & managerial skill yang cukup sehingga dapat membuka diri terhadap konsep-konsep alternatif dan platform opini berbeda yang mengandung esensi faktual, objektif dan konstruktif dalam menyerap, menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakatnya dalam rangka optimalisasi tugas, peran dan fungsinya.
Pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam PP. No.78/2007 Pasal 2 ayat (3) huruf a diawali dengan adanya aspirasi sebagian besar masyarakat setempat. Aspirasi yang dimaksud adalah aspirasi yang disampaikan secara tertulis yang dituangkan kedalam Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi yang akan dimekarkan.
Keputusan tersebut ditandatangani oleh Ketua BPD dan Ketua Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain. Jumlah keputusan Badan Permusyawaratan Desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain tersebut harus mencapai lebih 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Badan atau Forum tersebut yang ada di masing-masing wilayah yang akan menjadi cakupan wilayah calon, provinsi. Intersubjektif tentang pemahaman tersebut adalah bahwa dalam hal pengambilan keputusannya, DPRD tidak didasari atas kajian daerah tetapi hanya pemeriksaan kelengkapan administrasi dan keabsahan dari keputusan BPD atau nama lain dan Keputusan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain apakah sesuai dengan aspirasi sebagian besar masyarakat atau tidak. Keputusan BPD inilah yang dijadikan dasar bagi DPRD untuk mengambil keputusan dan dijadikan sebagai lampiran yang tak terpisahkan. Hal ini diperjelas pula dalam Pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan bahwa hasil keputusan BPD tersebut ditindaklanjuti oleh DPRD kabupaten/kota untuk dibahas dalam rapat paripurna untuk menentukan apakah disetujui atau tidak.
Surat keputusan DPRD ini merupakan kelengkapan persyaratan administratif (syarat pertama) yang wajib dipenuhi oleh setiap daerah yang menghendaki pembentukan, penggabungan atau penghapusan daerah. Hasil keputusan DPRD kab/kota tersebut akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dikeluarkannya keputusan DPRD Provinsi induk setelah melalui pembahasan rapat paripurna.
Peran Bupati/Walikota
Dalam sistem pemerintahan yang menganut paham demokrasi Pancasila, pemimpin bukanlah orang yang mendapatkan “wasiat” untuk disakralkan, tetapi dituntut untuk berpikir dan bertindak (in term of generations) serta diharapkan dapat mengubah paradigma pemahaman (intersubjektif) dari seseorang yang mempunyai hak-hak istimewa (privillege) atau harus dilayani menjadi orang yang akan melayani masyarakatnya, sehingga diharapkan dapat terbentuk sebuah pemerintahan yang baik (good organization) dengan sistem pemerintahan yang bersih (clean organization) dan berwibawa dalam kerangka well-managed organization serta mampu me-review implikasi dan interlinkage melalui konsep kebijakan yang akan diputuskan.
Dalam konteks pemekaran wilayah, maka bupati/walikota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (3) huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota yang didasarkan atas hasil kajian daerah”. Kajian daerah yang dimaksud tertuang dalam pasal 14 huruf c dan merupakan persyaratan teknis seperti yang telah dipaparkan di atas. Apabila keputusan masing-masing bupati/walikota cakupan calon provinsi terpenuhi, maka harus ditetapkan dengan keputusan bersama bupati/walikota tentang persetujuan pembentukan calon provinsi dan disampaikan kepada gubernur dengan melampirkan (1) Dokumen aspirasi masyarakat, (2) Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota.
Peran Gubernur dan DPRD Provinsi
Dalam hal ini gubernur menyetujui usulan pembentukan provinsi sebagaimana yang diusulkan oleh bupati/walikota dan berdasarkan hasil kajian daerah, maka usulan pembentukan provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD provinsi untuk dipinta persetujuannya. Setelah adanya keputusan persetujuan dari DPRD provinsi, maka gubernur menyampaikan usulan pembentukan provinsi kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan melampirkan (1) Hasil kajian daerah, (2) Peta wilayah calon provinsi (3) Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota,dan (4) Keputusan DPRD provinsi.
Peran Mendagri dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)
Mendagri membentuk tim untuk melakukan penelitian tehadap usulan pembentukan provinsi dan menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah ke Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang ditindak lanjuti ke Presiden oleh Mendagri.
DPOD dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 28/2005 tentang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Susunan keanggotaan DPOD terdiri atas Menteri Dalam Negeri (selaku ketua), Menteri Keuangan, Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manuisa, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menterei Negara Perencanaan Pembangunan/KBPPN, Sekretaris Kabinet, Perwakilan Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota), dan 3 (tiga) orang Pakar Otonomi Daerah dan Keuangan dengan masa tugas anggota selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang. Jika dalam hal DPOD  memandang perlu melakukan klarifikasi dan penelitian kembali terhadap usulan pembentukan daerah, maka DPOD menugaskan Tim Teknis DPOD untuk melakukan klarifikasi dan penelitian. Berdasarkan hasil klarifikasi dan penelitian itulah DPOD akan bersidang untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai usulan pembentukan daerah.
Mendagri menyampaikan usulan pembentukan suatu daerah kepada Presiden berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD. Dalam hal Presiden menyetujui usulan pembentukan daerah, maka Mendagri menyiapkan rancangan undang-undang tentang pembentukan daerah. Setelah undang-undang pembentukan daerah (statuta) diundangkan, maka pemerintah wajib melaksanakan peresmian daerah dan melantik penjabat kepala daerah paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya undang-undang tentang pembentukan daerah.
Penutup
Dalam pembentukan daerah, tidak boleh mengakibatkan daerah induk menjadi tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, dengan demikian baik daerah yang dibentuk maupun daerah induknya harus mampu menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga tujuan pembentukan daerah dapat terwujud, dengan demikian dalam usulan pembentukan dilengkapi dengan kajian daerah. Pembentukan daerah otonom baru harus didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan daerah untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi daerah otonom yang mandiri dan maju, bukan hanya didasarkan atas keinginan sesaat. Oleh karena itu, dalam pembahasan pembentukan daerah otonom baru selain mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada, juga harus secara obyektif melihat potensi dan kemampuan daerah tersebut untuk bisa berkembang dan menjadi daerah yang maju. Daerah otonom baru yang dimaksud bukanlah sebuah pemerintahan yang tanpa makna, irasional, emosional dan oportunistik, tetapi harus tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, mewujudkan keadilan sosial dan dapat memberikan rasa aman, kepastian hukum, efektifitas dan efisiensi tugas pemerintahan daerah serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam rangka memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan segala potensi yang dimiliki, baik Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersebar di Wilayah Flores, Lembata, serta Alor dan didukung oleh kemampuan leadership skill serta manajerial skill yang handal, maka “ Flores sangat layak untuk dijadikan sebuah provinsi TERDEPAN, BERKARAKTER, DAN VISIONER”,.. Semoga,.. Amin .

Sabtu, 13 April 2013

Persyaratan-persyaratan administratif dalam pemekaran sebuah wilayah lebih khususnya pulau Flores


“ TIDAKLAH PENTING BERAPA LAMA KITA HIDUP, TAPI YANG LEBIH PENTING APA YANG TELAH KITA LAKUKAN SELAMA HIDUP INI BERMANFAAT BAGI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN TERLEBIH UNTUK NUSA BUNGA YANG KITA CINTAI. JANGAN BERFIKIR APA YANG FLORES BERIKAN UNTUK KITA, TAPI BERFIKIRLAH APA YANG  KITA BERIKAN UNTUK FLORES “
SALAM SUKSES FAM- FLORES !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!


Persyaratan-persyaratan seperti ini menjadi bahan pertimbangan tersendiri dalam pemekaran sebuah provinsi. terkait proses revitalisasi dari wacana pemekaran provinsi Flores .
Kajian daerah, guna  mendukung sebuah gagasan menjadi sebuah peristiwa. dan bagaimana perjuangan itu mematuhi koridor dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Misalnya, dengan membentuk Komite Perjuangan Pembentukan Provinsi Flores (KP3F), mulai dari kabupaten hingga pusat di Jakarta.

Sebagai Contoh ;
  1. KATA PENGANTAR
  2. DAFTAR ISI
  3. DAFTAR TABEL
  4. DAFTAR PETA PULAU FLORES DAN GUGUSAN-GUGUSAN PULAU FLORES
  5. DAFTAR GAMBAR DAN SEMUA PETA KABUPATEN YANG TERMASUK DALAM WILAYAH PEMEKARAN
  6. DAFTAR FOTO SEMUA KABUPATEN YANG TERMASUK DALAM WILAYAH PEMEKARAN
  7. RINGKISAN
  8. SUMMARY

BAB I. PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
1.2.      Maksud, Tujuan dan Sasaran
1.3.      Ruang Lingkup
  1.3.1. Lingkup Masalah
  1.3.2. Lingkup Area

BAB II. METODOLOGI DAN PENDEKATAN
2.1       Teknik Pengumpulan Data
  2.1.1. Data Primer
  2.1.2. Data Sekunder
2.2.      Teknik Analisis Data
  2.2.1. Analisis Kesesuaian wilayah secara keseluruhan
  2.2.2. Analisis sector pertanian, perekonomian, dan pemerintahan
  2.2.3. Analisis Pengembangan Kawasan Budidaya
  2.2.4. Analisis Kependudukan
  2.2.5. Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya
  2.2.6. Penyusunan Masterplan pada semua sektor
2.3.      Keluaran Penelitian
2.4.      Sistematika Pelaporan
BAB III. KEBIJAKAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
3.1.     Tinjauan Perundang Undangan
  3.1.1. Pembentukan Provinsi
  3.1.2. Otonomi Daerah
  3.1.3. Lingkungan Hidup
  3.1.4. Kawasan Lindung
3.2. Kebijakan Pembangunan provinsi Flores
  3.2.1. Visi dan Misi Pembangunan provinsi Flores
  3.2.2. Kebijakan pada semua sektor

BAB IV. KARAKTERISTIK WILAYAH PULAU FLORES
4.1.Karakteristik Biofisik Wilayah
 4.1.1. Luas dan Letak Geografi
 4.1.2. Karakteristik Iklim dan Hisrologi
 4.1.3. Geologi
 4.1.4. Fisiografi dan Bentuk Wilayah
 4.1.5. Tanah
 4.1.6. Penggunaan Lahan
 4.1.7. Status Penggunaan Lahan
4.2. Karakteristik Sosial Kependudukan
 4.2.1. Jumlah dan Distribusi Penduduk
 4.2.2. Dinamika Penduduk
 4.2.3. Struktur Penduduk
 4.2.4. Proyeksi Jumlah Penduduk
4.2.5. Ketenagakerjaan
4.2.6. Tingkat Pendidikan
4.3. Karakteristik Sosial Budaya
4.4. Karakteristik Sosial Ekonomi
4.4.1. Pendapatan Daerah dari semua kabupaten provinsi Flores
4.4.2. Struktur Perekonomian dari semua kabupaten
4.5.    Karakteristik Sarana dan Prasarana Perhubungan Wilayah
4.5.1. Perhubungan Darat
4.5.2. Perhubungan Laut dan Sungai
4.5.3. Perhubungan Udara
4.6. Karakteristik Fasilitas Perekonomian
4.6.1. Pasar
4.6.2. Lembaga Keuangan

BAB V. ANALISIS WILAYAH PULAU FLORES
5.1.    Analisis Kependudukan, Sosial Budaya dan Ekonomi
5.1.1. Analisis Kependudukan
5.1.2. Analisis Sosial Budaya
5.1.3. Analisis Sosial Ekonomi
5.2.    Analisis Potensi Sumberdaya alam
5.2.1. Analisis Kesesuaian sumber daya alam
5.2.2. Analisis Usahatani
5.3. Komoditas Unggulan dari semua kabupaten

BAB VI. MASTERPLAN PERTANIAN, PEREKONOMIAN, INFRASTRUKTUR DAN PEMBANGUNAN, DLL UNTUK PENGEMBANGAN DAERAH
6.1.    Kawasan Budidaya
  6.1.1. Kawasan Budidaya Pertanian
  6.1.2. Kawasan Budidaya Perikanan
6.2. Kawasan perekonomian
6.3. Kawasan infrastruktur dan pembangunan
6.4. Dan lain-lain.

BAB VII. ANALISIS KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG DAN
ANCAMAN PEMBANGUNAN PADA SEMUA SEKTOR
7.1. Kekuatan
7.2. Kelemahan
7.3. Peluang
7.4. Ancaman
BAB VIII. STRATEGI PEMBANGUNAN PADA SEMUA SEKTOR PULAU FLORES DAN SEKITARNYA
8.1.  Visi dan Misi Pembangunan pada semua sektor
8.2.  Strategi Pembangunan pada semua sektor
8.2.1. Percepatan Ketahanan Pangan dan Diversifikasi Pangan Lokal
8.2.2. Percepatan Pertumbuahan Ekonomi Kerakyatan
8.2.3. Percepatan Pertumbuahan Ekonomi Daerah

BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan
9.2  Saran-saran




LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1. Nama distrik, ibu kota, jumlah kampung/desa dan luasannya di semua     kabupaten
4.2. Nama sungai/anak sungai yang terdapat di semua kabupaten
4.3. Nama danau yang terdapat semua di Kabupaten
4.4. Fisiografi dan bentuk wilayah semua Kabupaten
4.5. Bentuk wilayah semua Kabupaten
4.6. Luas, bentuk wilayah masing-masing distrik di semua Kabupaten
4.7. Tanah-tanah  di semua Kabupaten
4.8. Penggunaan lahan dan luasannya di semua Kabupaten
4.9. Kawasan hutan dan kawasan budidaya di semua kabupaen
4.10. Karakateristik penduduk masing-masing distrik di semua
Kabupaten
4.11. Penduduk di semua Kabupaten menurut kelompok umur
dan jenis kelamin
4.12. Proyeksi jumlah penduduk masing-masing distrik di semua
Kabupaten
4.13. Tingkat pendidikan penduduk masing-masing distrik di semua
Kabupaten
5.1. Laju pertumbuhan sektoral di semua Kabupaten atas dasar
harga konstan dan Hasil evaluasi komoditas tanaman pangan di semua Kabupaten
5.2. Hasil evaluasi komoditas tanaman  di semua Kabupaten
5.3. Hasil analisis usahatani komoditas di semua Kabupaten
6.1. Masterplan  untuk pengembangan komoditas unggulan di semua Kabupaten
6.2. Pengembangan pertanian desa di semua Kabupaten beserta komoditas unggulannya
8.1.  Tingkat konsumsi pangan lokal di semua Kabupaten
8.2. Proyeksi kebutuhan konsumsi masing-masing komoditas pangan dan luas          untuk mencapai tingkat kemandirian (self sufficiency) di semua Kabupaten
8.3. Luas lahan pengembangan masing-masing komoditas di semua kabupaten
8.4. Kebutuhan lahan tahun 2012, 2017, 2022, 2027 dan 2032 untuk mencapai tingkat kecukupan pangan 100%, lahan potensial dan cadangan lahan komoditas pangan lokal
8.5. Strategi pengembangan tanaman pangan untuk percepatan ketahanan pangan dan diversifikasi pangan lokal di semua Kabupaten
8.6. Strategi pengembangan komoditas perkebunan rakyat untuk mendorong pertumbuhan perekonomian rakyat
8.7. Strategi pengembangan komoditas perkebunan besar untuk mendorong pertumbuhan perekonomian daerah

DAFTAR PETA
Peta Halaman
4.1. Peta Wilayah Administrasi Provinsi Flores.
4.2. Peta Zona Agroklimat Provinsi Flores
4.3. Peta Formasi Geologi provinsi Flores
4.4. Peta Fisiografi Provinsi Flores
4.5. Peta Bentuk Wilayah provinsi Flores
4.6. Peta Tanah Provinsi Flores
4.7. Peta Penggunaan provinsi Flores
4.8. Peta Kawasan Hutan dan Perairan di provinsi Flores
6.1. Peta Masterplan Provinsi Flores untuk Pengembangan
Komoditas Unggulan dan juga semua sektor provinsi Flores





DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1. Cuaca dan iklim
4.2. Klasifikasi zona agroklimat

DAFTAR FOTO
Foto Halaman
4.1. Segala sumber daya alam yang di jumpai di setiap daerah
4.2. Pelabuhan di semua kabupaten
4.3. Bandara di semua kabupaten
4.3. Dermaga di semua daerah

SEBAGAI LANDASAN UNTUK KITA MELANGKAH, INI ADALAH BENTUK-BENTUK PERJUANGAN MASA LALU TAPI HINGGA SAAT INI BELUM TEREALISASI  :

Dalam dialog dengan anggota legislatif, eksekutif dan masyarakat Kabupaten Lembata pada tanggal 13 Oktober 2002, Ketua FP3FL Jakarta, Anton Enga Tifaona mengatakan bahwa pembentukan Propinsi Flores belum bisa dilakukan dalam tahun 2002. Kemungkinan untuk pembentukan Propinsi Flores baru terbuka kembali setelah pelaksanaan Pemilu 2004. Ini terjadi karena rekomendasi pembentukan Propinsi Flores ini belum masuk ke Komisi II DPR RI, sementara pendaftaran pemekaran wilayah propinsi dan kabupaten/kota ditutup pada tanggal 31 Oktober 2002. Akan tetapi setelah Pemilu 2004 pun cita-cita itu belum dapat terwujud. Rupanya masyarakat Flores dan Lembata perlu menunggu hingga Pemilu 2009 atau bahkan Pemilu 2014.
Berkaitan dengan persiapan panjang menuju Provinsi Flores dalam tahun-tahun mendatang, beberapa pengamat menuturkan bahwa ada dua hal sensitif yang terlebih dahulu dicari titik temunya. Keduanya adalah calon ibukota provinsi dan suksesi kepemimpinan. Kedua hal ini dikatakan berpotensi menimbulkan gesekan dalam masyarakat antarkabupaten.

CALON IBUKOTA

            Dalam pertemuan-pertemuan FP3FL, kota Ende, Maumere, dan Mbay masuk nominasi calon ibukota provinsi. Akan tetapi segera terjadi polarisasi dalam masyarakat berkaitan dengan calon ibukota ini. Kabupaten-kabupaten di Flores Barat (Kab. Ngada, Kab. Nagekeo, Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, dan Kab. Manggarai Timur) umumnya mendukung Mbay (kota kab. Nagekeo) sebagai ibukota provinsi. Sedangkan Kab. Flores Timur, Kab. Lembata, dan calon Kab. Adonara mendukung Maumere (kota kab. Sikka). Oleh beberapa tokoh Ende diusulkan menjadi kota pelajar, budaya, dan sejarah karena dari segi ketersediaan lahan, tidak memungkinkan. Di tengah tahun 2007 masyarakt Flores,khususnya di perkotaan mendengar kabar bahwa telah ada kesepakatan di antara para tokoh masyarakat Flores untuk menjadikan Maumere sebagai calon tunggal ibukota Provinsi Flores. Sekurang-kurangnya ada 2 alasan yang dikemukakan, pertama, pembangunan infrastrukur di kota Maumere cukup memadai, sehingga jika provinsi baru ini terbentuk, ibukota Provinsi tidak dibangun dari nol. Sebaliknya, akan dibutuhkan dana yang sangat besar untuk membangun Mbay dari nol. Sebagaimana diketahui, Mbay sebagai kota kabupaten Nagekeo yang baru saja diresmikan membutuhkan dana yang cukup besar untuk membangun infrastruktur pemerintahannya, belum terhitung fasilitas publik lainnya sebagaimana layaknya sebuah kota kabupaten. Dan hal itu tentu harus dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun. Alasan kedua,sejak dulu Mbay telah dikenal sebagai lumbung berasnya Provinsi NTT. Maka, jika Mbay ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Flores, ke depan tentu pembangunan sebuah ibukota provinsi akan menuntut alih guna lahan yang cukup pesat dari lahan pertanian (persawahan) menjadi pemukiman, industri, dan komersial sebagaimana terjadi pada ibukota-ibukota provinsi lainnya. Jika hal ini terjadi pada Mbay, tentu pemda-pemda di Flores perlu mendatangkan beras lebih banyak lagi dari Sulawesi untuk menghindari kekurangan beras di Flores.
Nahh,  Maka dari itu semua hemat saya, mari kita mengumpulkan semua data-data yang tertera diatas agar pemilihan ibu kota nantinya, jauh dari isu ‘Egosentris’ dan juga jauh dari kepentingan populis, politik, dan para pemangku jabatan. Sehingga dengan format yang baru,  kesalahan-kesalahan masa lalu dapat kita hindari guna merealisasi gagasan MULIA ini.

Salam sukses untuk kita semua dan FAM FLORES …


Robby E. Lazaro